Rabu (29/4), Silaturrohim Ulama dan Tokoh Agama Kabupaten Malang mengunjungi Pondok Pesantren LDII Wali Barokah Kota Kediri. Kunjungan yang dipimpin oleh Drs. KH. M. Misno Fadol Hijjah selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang bersama para Ulama dan Tokoh Agama dari Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Malang. Rombongan para Ulama ini diantar oleh DPD LDII Kabupaten Malang yang diwakili oleh pengurus harian, yaitu Bapak Drs. H. Abdulloh Wakit beserta jajarannya.
Kedatangan para tamu ke Ponpes Wali Barokah disambut hangat oleh Ketua Ponpes bapak KH. Soenarto, M, Si beserta jajarannya. Pada kesempatan kali ini para tamu diajak untuk mengunjungi ‘Wisma Tentrem’ sembari istirahat sejenak sebelum berkeliling Pondok dan mengunjungi Perpustakaan yang menjadi aset berharga Ponpes Wali Barokah ini. Memasuki ruang tamu yang sejuk membuat para tamu merasa segar kembali setelah melalui perjalanan dari Malang ke Kediri. Acara pembukaan disampaikan langsung oleh Ketua Ponpes Wali Barokah Bapak KH. Soenarto, M, Si dengan nada suara yang halus bak senang hati menerima tamu dari sesama Ulama dan Tokoh Agama.
Kedua kalinya diberikan kesempatan kepada Bapak Drs. KH. Abdulloh Wakit selaku Ketua DPD LDII Kab.Malang yang juga turut mengantar para Ulama dan Tokoh Agama silaturrohim ke Ponpes Wali Barokah. Selayang pandang pengenalan Bapak Wakit tentang tamu yang dihadirkan dari Bapak Drs. KH. M. Misno Fadol Hijjah (Ketua MUI Kab.Malang), Bapak KH. Imam Sibaweh (Ketua DMI Kab. Malang), Bapak KH. Drs. Romadhon Khotib (Wakil Ketua FKUB Kab. Malang), Bapak Ustadz Fadhil (Ketua Bahtsul Masail NU Kab.Malang), Bapak H. Maman Sakuman (Sekretaris DMI Kab.Malang), Bapak H. Ghulam (Bendahara DMI Kab.Malang), Bapak Ustadz H. Ahmad Zen (Sekretaris MUI Kec.Gongdanglegi), Bapak H. Ali Adnan (Ketua MUI Kec. Gondanglegi).
Setelah pengenalan di ‘Wisma Tentrem’ para tamu diajak berkeliling untuk melihat suasana Pondok LDII yang selama jadi perbincangan di masyarakat umum. Melihat suasana Pondok yang cukup ramai, melihat sandal dan sepatu yang tertata rapi di setiap pelataran masjid membuat para tamu takjub menyaksikannya. “Sandal saja ditata rapi begini, apalagi warga LDII lainnya lebih tertata lagi,” gumam salah satu tamu. Kunjungan pertama ke kelas Kutubus Sittah tafsir Kitab Tirmidzi. Melihat para santriwan dan santriwati dengan tenang dan khusyu’ mendengar dan menulis apa yang disampaikan oleh gurunya. “Sungguh luar biasa sekali para santriwan dan santriwati di sini, di usianya yang masih tergolong dini ini sudah bisa mengkaji Hadist besar Kutubus Sittah,” kata salah seorang tamu. Harapannya para santriwan dan santriwati ini setelah lulus dari pondok dapat bertugas ke penjuru Indonesia dan mengajarkan ilmunya ke semua orang.
Perjalanan dilanjutkan ke perpustakaan Majelis Taujih Wal Irsyad untuk melihat aset yang dimiliki pondok. Semuanya adalah kumpulan Hadist Besar, mulai dari Tirmidzi, hadist Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Ibnu Majjah, hadist Bukhori, Kitab Fiqih dan masih banyak lagi. Selingan pertanyaan disampaikan para tamu tentang bagaimana cara mengkaji ulang setiap hukum yang rujukannya berada pada Hadist sebegitu banyaknya. Jawaban mudah disampaikan bapak Ustadz Aziz Ridwan selaku Ulama pondok menjelaskan, “kita gunakan dulu aplikasi ‘Ma’tabas samillah’, lalu setelah ketemu kita cari rujukannya di Hadist aslinya di sini.” Segala macam pertanyaan kritis disampaikan para tamu dan dijawab dengan mudah dan mendetail oleh Ulama pondok yang menemani.
Acara silaturrohim dilanjutkan pada tempat duduk dengan materi yang siap disampaikan di layar presentasi. Pembukaan dibuka oleh moderator Bapak KH. Nanang Hendrawan dan dilanjutkan kepada bapak KH. Soenarto, M, Si menyampaikan materi tentang pengenalan pondok dari mulai sejarah berdirinya Pondok pada tahun 1951 oleh Ulama Senior Bapak KH. Nur Hasan selaku pendiri ponpes. Pada tahun 1971 yang berawal dari Ormas bernama LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Islam) berdiri dan pada tahun 1981 secara resmi berkantor pusat di Jakarta dan Ponpes Burengan-Banjaran bernama Ponpes LEMKARI. Tahun 1990 pada saat Mubes LDII IV atas usulan bapak Menteri dalam Negeri waktu itu bapak H. Rudini, nama LEMKARI berubah menjadi nama LDII). Kemudian pada tahun 2010 DPP LDII memandirikan dan mengefektifkan pengelolaan Ponpes kepada Yayasan Wali Barokah yang berubah nama menjadi Ponpes LDII Wali Barokah.
Materi kedua tentang kurikulum pondok yang diajarkan kepada santriwan dan santriwati oleh Bapak Ustadz Aziz Ridwan.
Syeikh Ustadz Aziz Ridwan dalam pemaparannya mengatakan, dasar kurikulum Ponpes Wali Barokah adalah mencetak para dai pemula sebanyak-banyaknya. Agama Islam di zaman sekarang terus dihujani kultur negara Barat. Generasi muda lebih mengidolakan artis-artis negara Barat dibanding para Nabi. Tidak hanya itu mereka berusaha merusak Islam dengan cara beradu argumen (perang urat syaraf) lewat opini maupun tulisan yang tersebar di media online. Apalagi mereka penguasa di bidang teknologi dan informasi.
“Ini artinya kondisi agama Islam dalam keadaan genting. Ini yang harus kami benahi yang sifatnya segera, artinya tidak bisa ditunda lagi untuk masyarakat awam. Kami membentuk para dai dengan mengajari mereka tentang basis Islam. Mencetak dai pemula cukup dua tahun tanpa harus menunggu puluhan tahun. Kalau ditunda, ibarat sebuah perahu yang akan tenggelam,” tutur Ustadz Aziz Ridwan.
Gagasan inilah yang menjadi acuan dasar kurikulum Ponpes Wali Barokah. Sebelum menjadi santri ponpes Wali Barokah, para santri menjalani tes. Tes pertama, para santri mengikuti pembelajaran etika seorang murid. Mereka harus dibersihkan dari sifat jelek sehingga hati mereka bersih. Kalau hati mereka bersih maka di dalam perilakunya berhias sifat yang baik-baik. Ibarat orang yang akan melaksanakan ibadah salat maka harus dibersihkan dulu dengan berwudu. Begitu juga didalam mencari ilmu, sebelum menerima ilmu mereka harus bersih hatinya.
Tes Kedua, Pembelajaran ilmu pegon (menulis arab melayu). Mencari ilmu itu tidak cukup hanya di hafalkan namun harus ditulis, sehingga kalau nanti mereka lupa ilmunya bisa dibuka lagi catatan tulisannya. Kemudian dites kemampuan baca Alquran dengan fasih dan sesuai dengan makhraj tajwidnya.
Kurikulum Ponpes Wali Barokah terbagi empat kelas tahapan. Pertama, Kelas Lambatan, para santri didikte agar bisa memaknai (menulis) dan memahami ilmu Alquran dan Alhadits himpunan. Kelas lambatan dilaksanakan selama enam bulan dan mereka menerima ilmu secara runut tanpa dikurangi dan tidak melebar sehingga para santri bisa memahami.
Kedua, Kelas Cepatan, setelah santri lulus di kelas lambatan santri mengikuti tahapan berikutnya yakni kelas cepatan. Materi kelas cepatan tetap sama yakni makna Alquran namun penerapannya berbeda karena membahas masalah hukum-hukum muamalah, ibadah, ahli waris dan yang lain-lain. Untuk kelas cepatan ini para santri harus mengikuti selama satu tahun.
Ketiga, Kelas Tambahan. Di kelas tambahan para santri dilatih menjadi dai yang berkarakter dan mampu memanajemen masalah perekonomian selama tiga bulan. Para santri juga dibekali wawasan kebangsaan sehingga tidak meninggalkan budaya tanah air dan terhindar dari sikap radikal. “Kami bisa contohkan penyebaran Islam yang berada di negara Eropa. Penyebaran mereka sangat cepat tapi hilangnya juga cepat, bisa kita lihat banyak masjid-masjid di sana sekarang dijadikan museum. Yang mereka lakukan hanya ngebom sana ngebom sini, mereka berdakwah dengan cara kekerasan,” ungkap Ustadz Aziz Ridwan.
Keempat, Kelas Ujian. para santri selama empat bulan akan menjalani masa ujian dan tes yang selama ini mereka mendapatkan ilmu di ponpes Wali Barokah. Tidak hanya di uji saja akan tetapi mereka juga dilatih kemandiriannya sehingga mereka bisa tampil secara matang di dalam masyarakat.
Setelah mereka lulus dengan runtutan tahapan kelas tersebut, mereka akan ditugaskan dan dikirim di seluruh penjuru tanah air. Mereka akan ditugaskan minimal selama satu tahun. Dan setiap bulannya Ponpes Wali Barokah meluluskan dai antara 400-500 orang yang akan disebar di seluruh penjuru tanah air, untuk menyebarkan dasar ilmu agama Islam.
Setalah mendengar paparan materi kurikulum Ponpes Wali Barokah, Ketua MUI Kabupaten Malang Bapak Drs. KH. M. Mison Fadhol Hijjah menyampaikan syukur dan terima kasih kepada pengurus Ponpes, DPD LDII Kabupaten Malang sudah menyambut baik layaknya tamu agung. Beliau menceritakan ashababul nuzul –nya bias sampai ke ponpes LDII ini berawal dari kunjungan silaturrohim DPD LDII Kabupaten Malang ke kediaman Ketua MUI Kab. Malang untuk menggambuhi dan memberikan secara resmi hasil-hasil Rakernas LDII tahun 2007 sebagai bentuk Ta’arruf LDII Kab.Malang ke tokoh agama terkait. Beliau juga menuturkan kekaguman dengan kurikulum yang diterapkan di Ponpes Wali Barokah ini. Kesamaan visi antar lembaga LDII dengan MUI juga menjadi sorotan utama, yaitu mengedepankan kualitas Da’i – Da’iyyah yang menyebarkan amar ma’ruf nahi mungkar. Permohonan maaf juga diutarakan Ketua MUI sebagai tamu yang mungkin dirasa kurang menghargai tuan rumah. Secara langsung disampaikan ada 5 perkara yang diharapkan Ketua MUI sebagai tamu, yaitu (a) melepas apa yang menjadi kesusahan sebagai orang Islam, (b) memperoleh maisyah (rezeki), (c) memperoleh ilmu yang bermanfaat, (d) Adab dan tata karma, (e) jodoh bertemu sebagai sesame saudara umat Islam.
Setelah pemaparan materi kurikulum Ponpes Wali Barokah, dilanjutkan dengan sholat Dhuhur berjamaah dengan seluruh warga pondok. Dan diakhiri dengan Tausyiah oleh Wakil Ketua FKUB Kab.Malang Bapak KH. Drs. Romadhon Khotib kepada para jama’ah sholat dhuhur dan warga pondok. Isi Tausyiah beliau menjelaskan harus baik komunikasi antar umat beragama, antar Islam dengan agama lain, yang juga menjadi gagasan utama Presiden ke-4 Republik Indonesia. Dasar mencari ilmu agama hendaklah harus tetap belajar, jika tanpa ilmu orang akan menjadi kosong atau tidak indah, motivasi mencari ilmu yang damai menjadi cirri khas orang Indonesia, harus menerapkan akhlak yang mulia kepada siapapun, dan yang paling penting harus bisa menegakkan agama Islam dan Sunnah Rasulullah S.A.W.
Tak lupa beliau memaparkan niat kunjungannya datang ke Ponpes Wali Barokah ini untuk mengetahui lebih dalam soal LDII yang selama ini jadi perbincangan. Beliau mengklarifikasikan semua anggapan tentang LDII sesat, bahwa semua itu SALAH BESAR. Tidak ada yang namanya masjid atau mushola LDII dipel setelah dipakai sholat warga non-LDII, larangan menikah dengan warga non-LDII, warga LDII yang tidak mau diimami oleh warga non-LDII dan semua anggapan yang pernah muncul itu ditepisnya dengan gamblang di hadapan warga Ponpes Wali Barokah.
Acara silaturrohim berlanjut di meja makan bersama-sama. Obrolan santai menjadikan suasana menjadi tenang dan penuh candaan. Sebelum meninggalkan Ponpes Wali Barokah, Drs. KH. M. Mison Fadhol Hijjah berpesan bahwa kekaguman akan pondok Wali Barokah yang megah dan kurikulum yang bagus ini akan kami bawa pulang dan kami sampaikan segala bentuk anggapan miring tentang LDII ke masyarakat Kabupaten Malang yang menyatakan bahwa itu semua SALAH BESAR.
Perjalanan silaturrohim berlanjut ke Ponpes selanjutnya, yaitu Ponpes Budi Utomo di Gadingmangu Perak Kabupaten Jombang. Memasuki ruang tamu Ponpes Budi Utomo disambut oleh Ketua DPP LDII Kab.Jombang beserta jajarannya. Saling tegur sapa dalam forum mengawali perbincangan sore hari yang santai ini. Sembari menunggu kedatangan undangan Ketua MUI Kabupaten Jombang, Ketua DPD LDII Kab. Jombang Bapak H. Didik Tondo Susilo, SH., M.Si. memaparkan sekilas tentang Ponpes Budi Utomo ini bahwa merupakan Pondok Pesantren yang juga sekaligus sekolah umum yang terdiri dari SMP, SMA / SMK, dan TK. Sedangkan tingkat Sekolah Dasar diikutkan di SD Impres di Kab.Jombang.
Dalam penyampaian materi tentang Ponpes Budi Utomo, para tamu takjub dengan jumlah siswa-siswi yang bersekolah dan mondok di Ponpes Budi Utomo ini. Kurang lebih sekitar 5000 siswa belajar di Ponpes Budi Utomo ini. Beliau memaparkan segala macam kegiatan yang ada di Ponpes Budi Utomo ini. Kedua kalinya Bapak Drs. KH.M.Mison Fadhol Hijjah mengutarakan kekaguman di LDII ini, khususnya di Ponpes Budi Utomo ini dengan sekian banyaknya siswa yang belajar di sini. Beliau menuturkan bahwa LDII saat ini telah memiliki paradigma baru berbeda dari pandangan orang selama ini. LDII juga bukan penerus ajaran Darul Hadist atau Islam Jama’ah yang dahulu pernah menjadi konflik hingga menyebabkan kerusuhan dimana-mana.
Kesempatan selanjutnya diutarakan oleh Ketua Nahdlatul Ulama PC Kabupaten Jombang, bapak KH. Abdurrohman Isman. Beliau memaparkan Indonesia ini sudah punya pakem tersendiri dengan ahli sunnah wal jama’ah. Namun, yang tidak merusak system pemerintahan Republik Indonesia saat ini. Justru NKRI HARGA MATI menjadi semboyan bagi setiap bangsa Indonesia pada umumnya dengan latar belakang aliran apapun.
Hal itu pula disampaikan oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kab.Malang, bapak KH. Imam Sibaweh bahwa kami selaku pengurus dan tokokh agama di Kabupaten Malang akan senatiasa gencar-gencarnya sosialisasi kepada masyarakat luas dengan mengatakan LDII itu tidak seperti yang dibicarakan orang pada umumnya, kami sudah membuktikan sendiri di Ponpes Wali Barokah dan Ponpes Budi Utomo yang dimiliki LDII ini. (*/aan)