oleh: Hidayat Nahwi Rasul (Ketua Forum TELEMATIKA Kawasan Timur Indonesia)
Dalam negara agraris dan industri, rumus produktifitas adalah jumlah jam kerja sama dengan jumlah produksi. Artinya, apa yang dihasilkan oleh seseorang itu tergantung dengan alokasi waktu kerja yang dikeluarkannya. Semakin banyak waktu kerja, maka semakin banyak hasilnya. Tempat bekerja untuk menghasilkan produk itu pun telah ditentukan, yakni di kantor atau pabrik.
Namun, di era teknologi informasi dan komunikasi, produktifitas seseorang ditentukan oleh kreatifitas dan aksesnya terhadap informasi. Produktifitas tidak terkait dengan jumlah jam kerja dan tidak selalu harus berada di kantor. Perkembangan teknologi saat ini sudah memungkinkan seseorang untuk bekerja dimana saja, tidak harus di kantor, dengan produktifitas tinggi. Dengan akses teknologi informasi yang memadai, kita dapat mengatur waktu dan kerja dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, kita akan lebih banyak menyediakan waktu urusan lain yang juga penting, misalnya untuk beribadah kepada Alloh SWT, termasuk menjaga amanat keluarga, yakni anak-anak.
Menseriusi Persoalan TI
Terkait dengan kualitas hidup yang lebih baik itu, salah satu sarana penunjang untuk mencapai tujuan itu adalah teknologi informasi. Apalagi jika sarana itu dimiliki atau dikuasai oleh pihak eksekutif selaku abdi masyarakat, Pengusaha, Pendidik, Uztad/ustdzah, pra Kyai, dan masyarakat pada umumnya . Pemanfaatan teknologi informasi yang baik akan mengefisienkan waktu dan hasil kerja. Dengan jumlah jam kerja yang sama, seseorang akan semakin produktif dan karena itu akan memperoleh surplus yang akan membuatnya lebih kreatif serta memiliki waktu yang semakin berkualitas (quality of life).
Dari 6,5 milyar pendudk dunia saat ini, sudah 1,5 milyar sudah tersambung dengan internet. Saat ini hampir 4 milyar HandPhone yang dimiliki oleh pendduduk bumi, dan yang sedang trend , HP sudah menjadi alat koneksi internet. Kalau pepatah mengatakan “dunia tak selebar daun kelor”, maka saat ini dengan sebuah HP dunia seperti dalam genggaman.
Kita sudah masuk pada abad teknologi informasi yang memungkinkan peralatan komunikasi sekaligus menjadi alat kerja, hiburan, dan aktualisasi diri, atau yang disebut konvergensi. Handphone menjadi layar ke 4, setelah bioskop, tv, komputer. Artinya kita sebagai manusia sudah tidak bisa lagi menghindar dari peradaban TIK saat ini, sebagaimana kita juga tdk bisa menghindar akan peradaban agraris, peradaban industri sebelumnya.
Untuk itu ada tiga kata kunci yang harus setidaknya dapat kita cermati manakala Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi intrumen utama dalam pemberdayaan masyarakatnya.
Pertama, kebijakan di bidang teknologi informasi yang mendukung pertumbuhan dan pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal. Untuk itu diperlukan visi dan politicl will dari seorang pemimpin. Sehingga masyarakat dapat memasuki era Informasi secara proporsional dan menikmati hasilnya.Untuk itu diperlukan kebijakan yang dapat mendorong proses penyerapan TIK yang murah agar tidak terjadi kesenjangan informasi yang diakibatkan oleh adanya “the have” dan “not have” dalam mengakses informasi. Hal yang mempenmgaruhi kesenjangan informasi dan digital juga terkait dengan masalah tarif, dan harga peralatan TIK. Didi yang lain, Industri kontent juga harus didorong agar tidak tercipta a-symentric information dimana masyakat akhirnya hanya bisa menikmati “sampah” TIK berupa pornografi, have fun, namun menjadikan internet menjadi sumber ilmu pengetahuan dan teknology.
Kedua, infrastruktur yang memadai. Dalam bidang teknologi informasi, infrastruktur yang terus dikembangkan adalah fiber optik, kabel, dan satelit untuk menjangkau khalayak (coverage) dan untuk kualitas komunikasi dan informasi (speed dan bandwith). Dalam pameran ICT di singapore 2009 (CommunicAsia 2009), ada tida perkembangan terbaru dunia ICT yaitu : Convergence, Speed, dan Bandwith sebagai paradigma baru ICT saat ini. Dengan tiga perkembangan paradigma baru tersebut orang dapat berkomunikasi dalam satu platform yang memungkinkan data,gambar dan suara berlangsung dengan cepat dan berkualitas tinggi.
Ketiga adalah program, aplikasi dan software yang menjadi tulang punggung dalam operasional TI. Dengan aplikasi dan software dapat memudahkan kita bekerja dan berkreasi. Misalnya mobile office membuat org bisa bekerja dimana saja tanpa batas waktu dan jarak; e-education , membuat orang bisa melakukan proses pendidikan jarak jauh berbasis web dan bisa mengakses sumber informasi ttg ilmu pengetahuan di perpustakaan dan universitas mana saja di dunia ini yg sudah ol-line. e-commerce, membuat transaksi ekonomi menjadi lebih fair dan menguntungkan dimana penjual dan pembeli , petani dan pembeli dapat langsung melakukan transaksi. e-government, membuat pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik menjadi lebih cepat dan transaparan serta akuntabel. e-healt sejauh ini teknologinya sudah sampai pada tahap pemeriksanaan kesehatan jarak jauh, dimana dokter dan pasien tidak lagi harus selalau bertatap muka. Dakwah digital pun sedang menjadi trend saat ini, teknologi streaming berbasis internet manakala didukung oleh bandwith yg lebar (pita frekuensi lebar) seorang ustad/ustdzah dapat melakukan dakwahnya, apalagi saat ini sudah ada al-qur’an digital, al-quran on line.
Namun kita masih mengalami kendala pada aspek kebijakan dalam arti belum ada political will yang sungguh-sungguh dalam memanfaatkan dan menggunakan teknologi informasi sebagai faktor enabler dalam pemanfaatan TIK. Hal lain terkait dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) serta budaya kita yang belum dapat memanfaatkan kemajuan teknologi teknologi informasi secara proporsional dan optimal (capacity building).
Pada tataran ini kita melihat bahwa kapasitas teknis teknologi informasi jauh melampaui kapasitas non teknis masyarakat Indonesia, seperti seringnya ditemukan kasus video meseum melalui telepon selular. Dalam hal ini kita belum memiliki road map teknologi informasi sehingga penggunaan teknologi informasi sangat boros dan tidak fungsional. Padahal berbagai modul dan program teknologi informasi sudah terinstall di berbagai daerah, namun tidak dapat terkoneksi antara satu dan lainnya karena kita belum memiliki mapping dan perencanaan yang baik tentang TI.
Kepastian Hukum di Dunia Maya
Untuk mendukung implementasi teknologi informasi itu juga perlu ada kepastian hukum. Masalahnya saat ini banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia yang tidak efektif untuk menangani kasus yang terjadi. Permasalahan yang terjadi di dunia cyber, misalnya yang berurusan dengan nama domain atau penipuan-penipuan, membutuhkan penyelesaian yang cepat. Dibutuhkan peraturan tentang cyberlaw. Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) no.11 2008 akan berlaku pd thn 2010, namun sosialisasi dan pemahaman kita ttg hukum cyber masih jauh panggang dari api. Ambil contoh soal kasus Prita, serta banyak lagi tuntutan pencemaran nama baik di dunia maya yang menunjukkan belum efektipnya penegakan hukum di dunia maya.
Apabila semua aspek dalam pemanfaatan teknologi informasi itu sudah berjalan, maka konsep kualitas hidup yang lebih baik dan menjadi harapan setiap manusia akan tercapai. Pemanfaatan teknologi informasi yang maksimal membuat seseorang mempunyai akses yang baik terhadap bidang kerjanya dan memudahkannya untuk mengatur waktu. Akibatnya, kreatifitas akan semakin tergali dan produktifitas pun semakin tinggi. Terjadi saving yg terakkumulasi dari semua kegiatan masyarakat yang berujung terwujudnya Surplus yang dihasilkan dari produktifitas yang tinggi dan begitu seterusnya. Muaranya kemudian adalah kualitas hidup yang lebih baik dan lebih sejahtera. *)