Jakarta (23/12). Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso mengungkapkan empat konsep toleransi untuk memperkuat kebangsaan. Hal itu ia katakan, pada Focus Group Discussion (FGD) Kebangsaan Seri 1. Konsep tersebut ia utarakan dalam FGD bertema “Menjajaki Pentingnya Penyusunan Undang-undang Toleransi” yang dihelat di gedung DPP LDII, Jakarta, pada Sabtu (23/12).
“Konsepnya, pertama, harus berbicara yang baik. Tidak menjelekkan, tidak menyakiti, karena bangsa Indonesia, lahir dari perbedaan,” ujarnya. Ia menambahkan, kedua, agar amanah dan saling mempercayai. “Selama bisa dipercaya, tidak akan punya masalah,” kata KH Chriswanto.
Ketiga, adalah mengalah. “Tidak usah mengedepankan emosi. Kalau zaman pemilu seperti ini mengedepankan emosi, maka ya sudah. Saya lihat, yang tidak senang, tetap tidak senang, dan orang yang senang, tetap senang,” imbuhnya.
Keempat, saling menjaga kehormatan dan perasaan. “Dengan demikian, akan bisa mengutamakan kepentingan bersama, kesejahteraan bersama, sehingga akan seiring seirama, dan ada kesamaan persepsi menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Chriswanto.
Berbicara Indonesia Emas 2045, ia berujar, harus bersama-sama membantu pemerintah untuk mewujudkannya. “Masih punya waktu 22 tahun, waktu yang cukup panjang. Untuk terus membangun kebersamaan, untuk bersama-sama secara damai,” katanya.
Untuk mewujudkannya Indonesia Emas, menurutnya, hal yang rawan adalah urusan kebangsaan. “Maka, kebangsaan menjadi program prioritas LDII. Pertama urusan kebangsaan, kedua keagamaan, ketiga pendidikan, dan keempat kesehatan,” jelasnya.
Ia menjelaskan, empat program itu, muaranya adalah pembangunaan SDM. “Indonesia akan menghadapi bonus demografi, kemudian Indonesia Emas 2045. Salah satu bingkai menjadikan SDM berkualitas, adalah memiliki wawasan kebangsaan,” pungkasnya.
Untuk itu, LDII telah menjalin kerja sama dengan berbagai stakeholder. “Mengenai kebangsaan ini, LDII telah berturut-turut menjajaki,” kata Chriswanto.
Pertama, ia mengungkapkan, LDII telah menghelat webinar “Beragama dalam Bingkai Kebangsaan untuk Merawat dan Menjaga Keutuhan Bangsa”, pada Agustus 2022 lalu.
“Mengundang Wakil Menteri Agama saat itu, Zainut Tauhid. Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dari PBNU KH Ahmad Fachrur Rozi, dan Muhammadiyah KH Syafiq Al Mughni, serta Romo Franz Magnis Suseno,” katanya.
Kedua, ia mengungkapkan, mengadakan “FGD Wawasan Kebangsaan” di Semarang, dengan mengundang pihak Kejaksaan Agung RI dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Chriswanto melanjutkan, untuk semakin menguatkan kebangsaan, Indonesia tidak dibentuk atas dasar persamaan. “Tokoh Islam pada saat itu, mengakui Indonesia, kemudian berkompromi membentuk Indonesia, atas dasar perbedaan,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menegaskan, tidak mungkin kesepakatan founding fathers diingkari. “Siapapun boleh melaksanakan agama yang telah diatur oleh negara. Sesuai dengan tuntunan masing-masing, selama berkonsensus pada empat pilar kebangsaan,” tegasnya.
Chriswanto mengungkapkan, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, “Adalah sesuatu yang harus diimplementasikan dan telah menjadi sebuah kesepakatan,” katanya.
Maka, terkait toleransi yang berdampak pada penguatan kebangsaan, ia mengungkapkan, mungkinkah, menjadi sebuah tata aturan yang mengikat. “Bukan menyandera, tetapi ada keteraturan, sehingga Indonesia bisa survive, sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045,” tutupnya.
Acara itu, diikuti 50-an peserta, yang berasal dari pakar dan peneliti, serta pejuang toleransi. Pengurus DPP LDII, dan tamu undangan berbagai kalangan.
Narasumber FGD tersebut, di antaranya Wakil Menteri Agama RI Saiful Rahmat, Guru Besar Universitas Diponegoro Singgih Tri Sulistiyono. Selanjutnya, dari unsur BPIP, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Yayasan LBH Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi VIII DPR RI, Badan Litbang Kemenag, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).