Jakarta (23/11). DPP LDII menggelar “Sekolah Virtual Kebangsaan (SKV) Sesi 1” secara hybrid. Dalam SKV tersebut, Ketua PWNU DKI Jakarta, Syamsul Ma’arif, memberikan materi penting terkait nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.
Syamsul Ma’arif menekankan bahwa kehadiran organisasi kemasyarakatan (ormas) bertujuan untuk memperkuat “amrin diniyin” atau nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat. Ia juga mengingatkan pentingnya memahami perbedaan sebagai bagian dari kehendak Allah SWT.
“Jika Allah menghendaki, seluruh umat manusia bisa saja disatukan dalam satu keyakinan. Namun, Allah menghendaki umat manusia berbeda, dan perbedaan ini harus dipahami dengan bijaksana,” ujar Syamsul.
KH Syamsul menjelaskan bahwa dalam agama, terdapat nilai-nilai prinsip (ushul) yang tidak boleh diperdebatkan, seperti keyakinan kepada Allah, ketuhanan, dan keimanan. Sementara itu, hal-hal yang bersifat cabang (furu‘), seperti persoalan teknis dan interpretasi, masih dapat menjadi ruang perbedaan pendapat.
Hal ini juga berlaku dalam konteks kebangsaan. Hal prinsip (ushul), seperti kesatuan dan kedaulatan negara, Pancasila sebagai dasar negara, konstitusi negara, dan persatuan dalam kebinekaan, tidak boleh menjadi ruang perbedaan karena menjadi fondasi keberlangsungan bangsa. Sebaliknya, hal-hal yang bersifat furu’ atau cabang, seperti perbedaan pandangan politik praktis, dapat ditoleransi.
“Kita bebas mendukung dan memilih calon pemimpin yang berbeda, namun tetap harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Demokrasi harus dijaga agar berlangsung dengan aman dan damai,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Syamsul menekankan bahwa lembaga dan ormas harus menjadi teladan dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan, termasuk memastikan proses demokrasi berjalan dengan baik. Para tokoh ormas diimbau untuk mengarahkan umat agar memilih pemimpin yang terbaik dengan pendekatan basyiroh (mata hati), bukan berdasarkan bisyaroh (mata uang).
KH Syamsul juga menggarisbawahi peran penting ulama dan umaro sebagai pilar utama dalam masyarakat. Ulama diartikan sebagai ormas keagamaan, sementara umaro adalah para pemimpin pemerintahan.
“Jika kedua kelompok ini baik, maka masyarakatnya akan baik. Namun, jika keduanya rusak, masyarakat juga akan rusak,” tegasnya.
Melalui Sekolah Virtual Kebangsaan, LDII berharap dapat menjadi jembatan bagi generasi bangsa untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai kebangsaan serta menjaga harmoni dalam keberagaman.