Munas bukanlah sekadar simpul momen berkumpulnya para pengurus untuk konsolidasi organisasi. Munas menjadi bagian dari mile stones, patok-patok dalam lintasan sejarah organisasi, yang saling terhubung dari awal berdirinya organisasi sampai sekarang. Ada benang merah dari Munas-munas sebelumnya hingga kini. Apa yang dihasilkan Munas dan Rapimnas sebelumnya menjadi masukan dalam Munas berikutnya. Karena itu, Munas LDII ke-8 ini, melahirkan tema maupun topik bahasan yang tentu tidak terlepas dari implementasi hasil-hasil Munas sebelumnya.
Selain itu, tentu kemampuan membaca situasi dan kondisi lingkungan strategis bisa menjadi salah satu berkah. Pembahasan yang bergulir dalam Munas LDII ke-8 ini juga menangkap dinamika yang berkembang di dalam maupun di luar negeri khususnya di regional kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Ada masukan dari internal. Program Pembina Penggerak Generus, Tahfidz Al Qur’an, Ekonomi Syariah termasuk di dalamnya Pikub.com, dan kontribusi lainnya, mulai dari gerakan Go-green untuk penghijauan, bela negara yang bekerja sama dengan beberapa Kodam, gerakan internet sehat, hingga event ASMEP (semacam forum pertemuan untuk usaha kecil menengah se-ASEAN di Tangerang pada November 2015 lalu), menjadi asupan untuk program ke depan.
Dari eksternal, jalinan komunikasi dan diskusi dengan berbagai pihak, apakah dari pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, praktisi dalam berbagai bidang, hingga pejabat pemerintahan di negara-negara ASEAN termasuk kelompok non pemerintahnya, memberikan masukan juga untuk perumusan program ke depan. Salah satunya adalah pemanfaatan teknologi informasi untuk kelancaran operasional organisasi maupun untuk peningkatan kesejahteraan warga LDII.
Munas bukan berdiri sendiri atau seremonial di pembukaan setelah itu selesai. Munas sebelumnya dan yang ke-8 ini memiliki konsep yang disusun dengan usaha dan upaya ekstra mendalami dan menggali perjalanan sejarah organisasi dengan segala dinamikanya, baik pasang surut hubungan organisasi dengan para pemangku kepentingannya maupun tantangan dan kendala yang dihadapi di lapangan. Memakai istilah Ketua DPP LDII, Prasetyo Sunaryo, ada skeleton, kerangka yang dibuat untuk Munas. Bukan sekadar memenuhi AD/ART organisasi yang harus digelar dalam lima tahun sekali.
Semua itu diproyeksikan dalam suatu peta yang menggambarkan jejak langkah organisasi dengan segala permasalahannya. Dan tentu dievaluasi. Apa yang sudah berhasil dan belum tercapai. Dan apa langkah selanjutnya. Sekilas tampak mudah. Tapi bagi yang belum pernah” dicakar” cobaan, tantangan, dan kendala dalam mengelola dan menjalankan roda organisasi, biasanya belum dapat memahami kedahsyatan kesabaran, keteguhan, dan kekonsistenan dalam mengemban amanah sementara sarana dan prasarana serba terbatas.
Sebagai ormas, LDII merupakan bagian dari komponen bangsa. Menjadi bagian dari sebuah negeri yang berlandaskan ideologi Pancasila ini. Karena itu, menyitir pernyataan mantan Panglima TNI, Moeldoko, ketika pengurus DPP LDII beraudiensi dengan beliau, bahwa jadilah orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang tinggal di Indonesia. Ada merasa terpaut dengan sebuah bangsa, merasa bahwa diri, identitas, terajut rapat, dengan sesuatu yang disebut Indonesia. Menyadari kalau negeri aman dan tenteram, maka warga LDII pun akan merasa nyaman dan yang tak kalah penting adalah lancar ibadahnya. Sebaliknya, bila Indonesia bergejolak, seperti yang sekarang terjadi di beberapa negara di Timur Tengah, maka akan berimbas juga pada warga LDII yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan maupun ketenangan dalam menjalankan ibadahnya. Karena itu, Ketua Umum DPP LDII, Prof. Dr. Ir. KH. Abdullah Syam, dalam berbagai kesempatan dengan tegas dan jelas menyatakan NKRI adalah harga mati. LDII berkomitmen mempertahankan keutuhan NKRI. Ini bukan sekadar mencintai sebuah tanah air tapi adalah untuk menggerakkan warga LDI untuk berperan aktif berkontribusi untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa ini, yang pada muaranya akan berdampak kembali pada warga LDII maupun sekitarnya.
Munas LDII ke-8 ini berbeda dengan Munas-munas sebelumnya. Baik dari segi konteks isu-isu strategis yang melingkarinya, tantangan dan cobaan yang mengepung mulai dari pengaruh dampak teknologi informasi dengan kemudahan mengakses pornografi dan manipulasi informasi, hingga kondisi tanah air yang belum “menggembirakan”. Tata kelola pendidikan kita masih sangat buruk (Harian Kompas, 27 September 2016). Ada 997.554 siswa SD yang putus sekolah. “Kehancuran” ekosistem yang sedemikian dahsyat terjadi berulang-ulang mulai dari banjir bandang, longsor, kebakaran hutan, maupun polusi menyergap akibat salah dalam mengelola daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Belum lagi kesenjangan sosial yang semakin meningkat dengan indikator koefisien gini (indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh) yang semakin melebar. Fakta dalam 15 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi yang berjalan dinikmati oleh 20% masyarakat terkaya. Sedangkan sekitart 80 persen penduduk – atau lebih dari 205 juta orang – rawan merasa tertinggal.
Di sisi lain, kuantitas, kualitas, dan kontribusi riset bagi pembangunan sangat jauh tertinggal dari negara-negara tetangga kita apalagi bila dibandingkan negara-negara maju. Untuk menjadi negara yang maju, riset dan teknologi menjadi salah satu komponen mutlak. Masih panjang lagi daftar “masalah” kalau mau disusun. Itulah sekelumit kondisi aktual yang mengiringi Munas ke-8 ini.
Lalu apa dan bagaimana kontribusi LDII dalam menyikapi permasalahan bangsa ini ? Nah, Munas menjadi salah satu ajang atau forum untuk memformulasikan apa saja karya, kontribusi, yang dapat disumbangkan LDII bagi bangsa ini. LDII selalu bergerak, aktif, mencoba memberikan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini. Salah satunya upaya terus-menerus pembangunan karakter utamanya pada generasi muda. Meminjam istilah filsuf Prancis, Henri Bergson, yang mengumandangkan élan vital, dorongan hidup yang terus-menerus mengalir dan tumbuh, bukan kehadiran yang statis.
Mudah-mudahan Munas ke-8 ini juga menghasilkan kontribusi pemikiran, gagasan, program, dan komitmen untuk terus meneguhkan visi dan misi organisasi yang intinya menjadi warganya profesional religius sekaligus institusinya secara berkelanjutan dan terus-menerus mendorong NKRI menuju apa yang sering disebut sebagai “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr” (negeri yang aman, tenteram, sejahtera dalam naungan, ridho, Allah SWT). Semoga.
Iskandar Siregar
Wakil Sekretaris Umum DPP LDII