Selain Cina, India, Amerika Serikat, Rusia, Brazil, maka Indonesia berpotensi menjadi negara dominan di kancah global pada masa mendatang. Setidaknya ada tiga syarat untuk memenuhi hal itu yaitu Indonesia memiliki angkatan kerja yang besar, sumber daya alam yang melimpah, dan wilayah yang luas. Tapi Indonesia juga mempunyai kelemahan untuk mewujudkan negara dominan itu yakni bagaimana mengubah potensi itu menjadi tenaga produktif yang besar. Dengan menjadi negara dominan, maka Indonesia tidak ingin dikooptasi oleh negara lain.
Demikian salah satu paparan Menteri Dalam Negeri, Jenderal Polisi Prof. Drs. Tito Karnavian, M.A., Ph.D, pada acara “Silaturahim Menteri Dalam Negeri dengan Dewan Pertimbangan MUI” di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta pada Rabu (12 Februari 2020). Menurut Tito Karnavian, kompetisi antar negara sekarang dan ke depan berubah dari instrumen kekerasan ke non kekerasan atau nirmiliter. “Instrumen non kekerasan itu antara lain dengan menggunakan aspek budaya, sosial, ekonomi, politik, dan sejenisnya. Coba kalau anak-anak kita ditanya, siapakah tokoh pahlawan. Maka jawabannya yang muncul adalah Superman, Batman, bukan Gundala Petir atau Si Buta dari Gua Hantu. Inilah salah satu bentuk dominasi budaya,” ujar Tito Karnavian.
Zaman dulu, seperti VOC datang ke Indonesia awalnya adalah misi dagang kemudian di-back up oleh militer yang kelanjutannya berujung menjajah Indonesia. Begitu pula ketika Inggris datang ke India dimulai dengan misi dagang juga belakangan India diduduki Inggris. Maka bisa juga terulang sekarang diawali dengan misi ekonomi, tetapi belakangan ada terbuka potensi untuk “menguasai” negara itu, meskipun tidak harus dengan kekuatan militer langsung.
Karena itu, perang dagang Amerika Serikat-Cina yang merupakan bentuk perang ekonomi dari instrumen non kekerasan, pada gilirannya bisa melibatkan instrumen kekerasan baik lansung maupun tidak langsung. Di dunia internasional tidak ada penguasa tunggal. Karena itu, berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang menang. Untuk menjadi kuat itu, salah satunya adalah memperkuat ekonominya masing-masing.
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Prof. Dr. Din Syamsudin, paparan Mendagri, Tito Karnavian, mengenai negara dominan bisa menjadi masukan dalam Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII yang akan diselenggarakan di Bangka Belitung pada 26-29 Februari 2020. Tema Kongres Umat Islam Indonesia itu sendiri adalah “Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia Menuju NKRI yang Maju, Adil, Sejahtera, dan Beradab”.
Selain soal negara dominan, Mendagri Tito Karnavian juga menjelaskan tentang tugas pokok fungsi dari Kementerian Dalam Negeri. Termasuk mendukung 5 visi-misi Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf yaitu mengenai: Pembangunan SDM, Melanjutkan Pembangunan Infrastruktur, Penyerdehanaan Regulasi, Reformasi Birokrasi.