oleh: Faizunal Adhmi
Beberapa waktu yang lalu, sambil menunggu sebuah acara dimulai, mata saya sempat melirik sebuah bulletin yang tersedia di ujung ruangan dan segera membacanya. Tak sengaja, saya terantuk sebuah kalimat pada salah satu pengantar sebuah kolom yang sangat mengena. Kalimat itu dikutip dari pakar manajemen Stephen R. Covey di dalam bukunya First Things First. Penulis tersebut mengatakan bahwa ternyata tidak mudah untuk bisa mempraktikkan prinsip: First Things First (dahulukan yang utama), ketimbang mempelajari teorinya. Saya sendiri terus terang belum pernah membaca buku itu. Namun, saya setuju dengan pernyataan penulis itu, bahwa banyak orang belum mempunyai mekanisme cara mengatur waktu yang benar, menemukan yang terbaik diantara yang paling baik dan menentukan apa yang benar-benar utama dalam hidup ini. Dan perasaan saya mengatakan saya pun punya PR besar di situ. Klop.
Maka, saya pun teringat hadits-hadits tentang sholat. Sholat adalah hal penting dan genting. Dialah pertama kali amal yang akan dihisab, ditanyakan nanti di akhirat sana. Yang lain tunggu dulu, sebelum kelar urusan shalat ini. Dan kalau orang menyia-nyiakan sholat, maka kepada perkara lainnya maka dia akan lebih menyia-nyiakan. Jelas dan sangat jelas, inilah First things first itu. Terus terang saya punya kekhawatiran dengan itu. Sifat meremehkan. Menunda waktunya. Sengaja menyibukkan diri. Dihinggapi rasa malas. Atau tindakan lain yang membuat galau; jikalau itu termasuk perbuatan menyia-nyiakan shalat. Apakah ada pengelakan (lagi)? Saya rasa tidak. Apalagi khusysu (?)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk maka seluruh amalnya pun akan buruk.” (H.r. Ath-Thabrani dalam Al-Mujamul Ausath, II:512, no. 1880 dari sahabat Anas bin Malik).
Dari Huraits bin Qabishah, ia berkata: Saya sampai di Madinah. Ia berkata: “Ya Allah mudahkanlah bagiku (mendapat) teman duduk yang baik.” Lalu saya duduk kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuIa dan berkata: Saya berkata: “Saya berdo’a kepada Tuhan (Allah) Yang Maha Mulia dan Maha Besar -untuk memudahkan bagiku teman duduk yang baik, maka sampaikanlah kepadaku hadits yang kamu dengar dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam Semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan itu”. Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang paling dulu dihisab pada hamba adalah shalatnya. Jika shalat itu baik maka ia telah menang dan sukses. Jika shalatnya rusak maka ia telah merugi”. [Hammam berkata : Saya tidak tahu, ini dari perkataan Qatadah atau riwayat.] Jika dari fardhunya ada kekurangan-kekurangan, Allah berfirman: “Lihatlah, apakah hambaKu mempunyai shalat sunnat, maka fardhu yang kurang itu dapat disempurnakan. Kemudian demikian itu caranya dalam menghisab seluruh amalnya”. (Hadits ditakhrij oleh An Nasa’i)
Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.”
Dengan beranjaknya waktu dan bertambahnya usia, lambat-laun ketertiban sholat bisa ditegakkan. Walau kadang masih juga terkalahkan keadaan, tetapi pengertian dan pemahaman semakin bertambah baik dan menjadi pendorong setiap waktu. Jangan tinggalkan sholat. Ayo segera kerjakan sholat. Terus perbaiki sholat. Ayo tegakkan sholat. Namun masalah datang dari anak-anak yang mulai bertumbuh. Sampai-sampai, kalau tidak sabar dan telaten, ingin rasanya lepas tanggung jawab.
Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) meriwayatkan dari Amr bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkan anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun, pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) saat mereka berusia sepuluh tahun. Bedakan mereka di tempat tidurnya.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwaul Ghalil, no. 247)
Berdasarkan dalil di atas, karena pentingnya sholat, rasanya semua cara dan metode sudah dicoba. Perintah sudah. Baik dengan lemah – lembut, maupun kasar mengancam. Mengajak sudah. Baik dengan iming-iming maupun imbalan lain yang menggiurkan. Menghukum sudah, baik dengan hukuman ringan maupun hukuman berat karena lalai sholat. Ya, memang semua disesuaikan dengan umur dan keadaan. Namun, hasilnya tidak seberapa. Bahkan boleh dibilang gak mempan. Lagi-lagi mblenjani – mengingkari. Gak sholat–sholatan lagi. Malas-malasan lagi. Padahal usia terus merangkak dari tujuh, sepuluh, dan mendekati baligh. Inilah cobaan, sungguh mengkhawatirkan.
Kadang saya berfikir saya harus lebih sabar. Kadang saya merasa perlu menambah kesabaran. Menambah waktu. Tapi, saya seolah dikejar waktu dan ancaman kegagalan mendidik mereka tepat waktu. Doa tak kurang dipanjatkan. Contoh tak kurang diberikan. Namun seolah ada awan penghalang, dan beban pemberat langkah kaki ini untuk bisa menegakkan sholat pada mereka. Dalam keadaan setengah putus asa tersebut, saya mendapat pencerahan. Hal yang tidak terduga.
Nasehat itu berbunyi; “Bagi yang mempunyai masalah dengan mengajak anak-anaknya menegakkan sholat, boleh kiranya dicoba doa berikut ini; Robbij’alnii muqiimash sholaati wamin dzurriyyatii, Rabbanaa wa taqobbal du’aa. (Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang dapat mendirikan shalat, ya Tuhan kami, dan perkenankanlah doaku.)”
Walau banyak doa yang lain tentang anak, doa itu seolah menjadi penyejuk dan jawaban atas kegundahan saya selama ini. Dan selama ini rasanya telah tertinggal. Alhadulillah. Itu adalah doa Nabi Ibrahim yang bisa dijumpai di Al-Quran Surat Ibrahim ayat 40. Dan bagi teman-teman yang kebetulan mempunyai problem yang sama, silahkan mencoba dan mengamalkannya. Tentunya harus diiringi dengan husnudhon billah dan tetep mauidhotul hasanah. Insya Allah berhasil. Dan first things first benar-benar bisa kita wujudkan. Baik untuk diri kita sendiri, maupun anak turun kita. Indah terasa./**