oleh: Faizunal Abdillah
Salah satu nasehat tentang bangun malam yang masih terngiang di telinga ini ialah begini: “Tak ada perjuangan yang begitu mengesankan, kecuali perjuangan untuk bisa qiyamul lail.” Rasanya baru kemarin, padahal sudah lama. Puluhan tahun bahkan, namun selalu menggema di gendang telinga. Jangan terjebak dengan terminologinya. Mau disebut bangun malam, qiyamul lail, atau sholat malam, ia tetaplah barang yang sama. Bukan masalah terminologinya tentu di sini, yang penting adalah praktek pengamalannya. Juga jangan terjebak dengan syariatnya: wajib – sunnahnya. Sebab kalau melihat itu akan menyurutkan langkah. Melemahkan semangat untuk meraihnya. Gak wajib ini! Gak dosa ini! Tuh, kan?
Buat apa sih susah-susah bangun malam, kan sunnah toh ini? Itu omongan orang yang pesimis. Ngendon-ngendoni bin melemahkan. Atau bilang begini; yang wajib saja kerepotan, buat apa mengejar yang sunnah? Kayaknya ungkapan ini ada benarnya. Tapi percayalah dibalik itu tersimpan maksud ogah-ogahan. Itu keluhan orang yang ‘masuk angin’. Tak ketinggalan, yang suka nyamber (saur –manuk) nimpali; Insya Allah lah, kan banyak amalan ibadah yang lain? Itu tipe safe player. Perkataan orang yang mencirikan kurang mempersungguh. Maksudnya tidak mau menyinggung yang nasehat, juga tidak yakin untuk bisa melaksanakan.
Semuanya sah-sah saja. Asal jangan dibandingkan dengan Surat Ali Imron 139: walaa tahinuu walaa tahzanuu wa antum a’launa inkuntum mu’miniin- Janganlah kalian merasa hina dan juga jangan merasa susah sebab kalian adalah orang-orang yang mulia jika kalian beriman. Sebab konteks ayat di atas adalah perbandingan antara orang iman dan kufur. Jelas bahwa iman itu lebih mulia, dibanding kufur. Bagaimana di kalangan iman sendiri? Di kalangan orang yang sudah mulia itu Allah dan Rasul memberikan tuntunan yang jelas, seperti: Inna Akromakum ‘Indallaahi Atqookum – Sesungguhnya lebih mulianya kalian di sisi Allah adalah lebih taqwanya kalian. (Surat Al-Hujurat 12). Dan Sabda Rasulullah SAW berikut ini; Dari Sahal bin Sa’ad ra., dia berkata, “Jibril datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ya Muhammad, hiduplah sesukamu karena kamu pasti mati, beramallah sesukamu karena kamu pasti dibalas karenanya, cintailah siapa yang kamu sukai karena kamu akan meninggalkannya. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mu’min adalah qiyamul lail dan kehormatannya adalah merasa kaya/cukup dari manusia (gak minta – minta).” (Rowahu Thabrani fi Mu’jam al-Ausath, Al-Hakim, dihasankan oleh Al Albani, Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 831)’
Jadi dengan bangun malam sebenarnya bisa menjawab keluhan sebagaimana pertanyaan di atas. Dengan kualitas sholat malam yang baik, justru akan memperbaiki ibadah wajib yang lain dengan lebih baik. Sholat malam yang khusyu’ dan bacaan tartil di malam hari akan berimbas kepada pelaksanaan sholat-sholat wajib, sehingga bisa lebih khusyu, tuma’ninah dan nuansa penghayatan yang dalam. Baik siang maupun malam. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (Al-Muzammil:6) Dan itu terjadi secara spontan. Given. Tanpa dibuat-buat, tanpa direkayasa. Belum lagi fadhilah-fadhilah lain yang banyak dan bermanfaat lagi dicari. Siapa tidak mau dihapus dosanya? Siapa tidak mau dikabulkan doanya? Siapa tidak mau selamat dunia akhirat? Dengan qiyamullail semua terjawab.
Maka, dalam hati kecil ini selalu berkata; “Memang benar sih nasehat di atas. Banyak orang yang gagal bangun malam, bukan hanya karena banyak alasan tetapi juga sebab belum menemukan kesan mendalam darinya.” Padahal sangat indah, seandainya tahu. Benar-benar membekas dan ada jaminan tadkhulu jannata bi salaam. Rasulullah SAW bersabda; “Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah hubungan kekerabatan, dan shalat malamlah di waktu manusia tertidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat” (Rowahu at-Tirmidzi, Ibnu Majah).
Mau?
SAPMB AJKH